Ketika...

Nite all.
capekkkk rasanya . Pengen banget selalu dan selalu ngeluh. "Aku capek"
Aku nggak tau apa maksudnya, tapi yang pasti akhir-akhir ya itu rasanya :|

Yak, Akhirnya bisa kesentuh juga sama yang namanya laptop,sinyal dan koneksi, sejak empat hari yang lalu, aku hijrah sementara di ibukota. Menempati ruang hampa yang cukup membuatku tersiksa akan keberadaannya di lantai 6. Kalo bukan karena ayah, mungkin aku gak mengjinjakkan kaki di kota itu.

Berawal dari tiba-tiba mendengar kabar dari rumah, ayah kesulitan bicara, semacam mengalami stroke ringan, setelah kemarin terjadi gangguan pada matanya. Dalam benakku kenapa ini tiba-tiba terjadi? kenapa harus ayahku? ya, Tuhan sayang dia kok, tenang saja. Tuhan gak akan memberikan cobaan yang kita nggak mampu mengahadapinya, aku yakin itu.
Singkat cerita, ayah dilarikan ke ibukota. Disana mungkin banyak sanak saudara yang bisa membuat ayah gembira, membantu melepas penatnya dengan segala aktifitas dirumah, juga bisa meringankan beban ibu untuk menjaga ayah disana. Aku, sebagai seorang anak sudah hiperaktif rasanya ingin segera ikut melancong kesana. Perasaan kawatir, panik, dan benar-benar ingin tau keadaan disana seperti apa. Segala cara diupayakan agar segera dan segera menginjakkan kaki di ibukota. Awalnya mencari informasi bagaimana aku bisa sampai kesana dengan cepat tapi hemat. Dengan berbagai pertimbangan, antara berani dan tidak, antara uang cukup dan tidak, sudahlah tak perlu pikir panjang, toh buat seseorang yang sangat sangat berperan dalam hidupku itu aku gak boleh itung-itungan masalah materi, apapun bakal aku lakuin. Materi nggak sebanding dengan kasih sayang serta hubungan antara seorang anak dan ayah, gak akan bisa dibeli atau dinilai dengan materi.
Hari-hari berlalu, aku selalu berada di ruang ini, ruang dimana tempat ayahku berbaring dengan kantung infusnya yang makin habis dan habis dalam hitungan hari, yang setiap jamnya ada perawat keluar masuk untuk mengecek atau memberi obat. Sempat terlintas dipikiran, Monoton sekali rasanya hidup aku saat ini, berkeluh kesah dengan apa yang terjadi sekarang, ingin teriak, ingin berlari, ingin keluar setidaknya menghirup udara diluar bahkan melihat suasana yang berbeda dengan sekarang. Cuma diam, melamun, menonton tivi, berkutik dengan handphone, dan sesekali bersenda gurau dengan ibu. Aktifitas itu terus-menerus terjadi lebih dari 3 hari. Rasa jenuhku mulai datang, suatu hal kewajaran. Ingin sekali melalukan berbagai aktifitas yang lain. Tapi, for what? buat apa? disaat seperti ini, apa pantas aku bersenang-senang? meninggalkan keluargaku sendiri diruang ini? Aku benar-benar teringat tujuan awal singgah di ibukota ini, adalah untuk menjaga pria itu, ayah, menemani beliau, aku ingin beliau tau, aku, seorang anaknya, ingin selalu mengabdi dan menjaganya disaat beliau senang maupun susah. Jadi, seberontak apapun diri ini benar-benar terkalahkan dengan rasa ibaku yang melihat sesosok lelaki yang tidak terlalu tua, tapi juga tidak bisa dibilang muda, yang sedang berbaring lemah di kasur itu, dengan selang infus ditangannya. Juga bukan karena keterpaksaan aku diruang ini. Semacam suatu kewajiban, ketulusan, serta pengabdian yang benar-benar dilakukan dengan segenap hati. Keluarga adalah segalanya, keluarga lebih penting dari apapun. Keluargaku adalah hidupku. Aku akan selalu menjaga mereka, seperti mereka yang menjagaku dikala dahulu tubuhku tidak lebih dari 50cm hingga aku bisa berjalan dengan baik, bisa memegang sendok sendiri untuk makan, bisa mengemudikan sepeda tanpa roda penyanggah, dan hingga sekarang,aku yang telah 20tahun bisa menghirup udara segar di bumi.

0 comments:

Post a Comment

 
My Life My World Blog Design by Ipietoon