Teater Boneka Spleen


Rabu(25/1) - Dengan undangan salah satu teman saya di LPM. Saya dan beberapa teman diajak untuk suatu acara yang bertajuk Teater Boneka. Ya, ini jarang sekali digelar. Dan sayapun sebelumnya belum pernah menghadiri acara seperti ini. Oke, sebelumnya, saya dan kawan saya tidak melalui proses reservasi terlebih dahulu, tapi dengan teramat sangat bangga,sepertinya dewi fortuna sedang ada pada kami. Saya dan kawan kawan dapat berhasil melihat Teater tersebut, meskipun kami hadir di TKP 5menit sebelumnya, seharusnya sih mungkin sudah tak tersisa tiketnya.

Acara ini berlangsung kurang lebih satu setengah jam. Digelar oleh Lembaga Indonesia Perancis (LIP) dan Goethe Institute ini sangat amazing sekali. Ya, apalagi untuk seorang seperti saya. Terkagum-kagum saya dibuatnya. Tak salah jika acara ini sangat terbatas tiketnya. Hanya orang yang beruntung-dan cepat-yang dapat memperoleh kesempatan langka seperti ini.
Teater ini berjudul Spleen.

"Spleen ”
adalah kaleidoskop/serangkaian gambar, lagu dan miniature, terinspirasi oleh kumpulan puisi dalam prosa “Le Spleen de Paris” karya Charles Baudelaire yang diterbitkan pada tahun 1869. Karya ini mendapat perhargaan Special Artistic Achievement pada the Stuttgarter Theaterpreis 2007, lalu penghargaan Grand Prix & Young Critics Award pada the International Festival of Puppetry Art, Bielsko-Bia!a (PL) 2008, dan penghargaan istimewa di the International Festival of Puppet Theatre Warsaw (PL) 2009, serta penghargaan untuk Musik Terbaik pada Festival
"Spotkanie" di Teatr Baj Pomorski Torun (PL) 2009.


Pementasan “Spleen” oleh Teater Boneka Wilde&Vogel yang telah memenangkan penghargaan itu didasarkan pada karya akhir Charles Baudelaire berjudul “Le Spleen de Paris” yang berupa kumpulan sajak berbentuk prosa.Wilde dan Vogel sendiri adalah seniman ternama dari perancis. Kedua seniman tersebut menghadirkan puisi-puisi tersebut ke dalam sebuah pertunjukan teater Marionette dengan sangat menawan.

Marionette itu sendiri adalah sebuah pementasan teater boneka dimana boneka-boneka tersebut digerakkan menggunakan serangkaian benang. Meskipun terbilang susah dalam menggerakkan boneka-boneka tersebut namun Michael Vogel selaku puppeteer berhasil menampilkan gerakan-gerakan yang dramatis dan melankolis sepanjang pertunjukan.Miniatur yang padat, adegan yang sering dipampatkan menjadi beberapa baris saja atau alur pemikiran yang seakan-akan dilontarkan sambil lalu saja mengacu kepada era “Terbenamnya Mentari yang Romantis”. Di dalamnya tercermin serpihan berbagai utopia yang gagal sehubungan dengan restorasi politik dua abad silam, dan selanjutnya terbentuk panoptikum yang di luar dugaan masih relevan dengan zaman sekarang.

Alam semesta Baudelaire yang kadang bersuasana suram-biadab, kadang riang-melankolis bermain-main dengan manusia di ambang zaman modern: Terombang-ambing antara dahaga kehidupan yang apatis dan kerinduan akan maut yang bermuatan erotis, antara hasrat akan ketakterhinggaan dan kesepelean yang brutal, pada umumnya singkat dalam kesedihan, selalu subtil dalam kelucuan.

Cara pementasan yang transparan – para pemain beserta boneka dan alat musik berada di atas panggung, dengan naskah yang dibacakan oleh anak-anak serta remaja dan direkam – mengharapkan pengamatan kaleidoskopis oleh penonton. Suasana magis yang khas timbul akibat interaksi di antara para aktor, materi dan audiens.

Tiket dan Buku teater Spleen

Suatu pengalaman tersendiri saya malam itu menjadi salah satu dari bagian 100orang yang terpilih yang dapat duduk manis menyaksikan pertunjukan tersebut. Yah, meskipun ada seseorang yang sebenarnya saya harapkan untuk bisa hadir, tapi tidak bisa pada malam itu. Its ok. Next Time pasti dia bisa. Dan setelah berlama - lama duduk lesehan di auditorium LIP, sayapun bergegas ke pintu keluar. Tak lupa sedikit mengambil beberapa foto. Waktupun berlalu sangat cepat, sudah cukup petang. Saya pun harus bergegas kembali ke kamar 3x3 ku. :))

3 comments:

 
My Life My World Blog Design by Ipietoon